Warteg, siapa yang tak kenal tempat makan kecil dengan bangunan berukuran 3×3 meter ini? Tak jarang bagian depannya biasanya di cat biru yang berfungsi sebagai tempat aneka masakan rumah. Mulai dari sayur mayur hingga lauk pauk seperti tahu, ikan. , ayam, aduk-aduk, sambal. , kerupuk dan banyak lagi.
Tapi pernahkah kamu berfikir bagaimana awalmula warteg lahir di bumi dan bagaimana perkembangannya. Apa seperti yang kita lihat sebagai warung kecil penjaja makanan, atau lebih dari itu? Mari kita bahas..
Dipelopori 3 desa
Konon, sejarah lahirnya warteg ini dirintis oleh tiga desa utama, yaitu Desa Sidapurna, Desa Sidakaton, dan Desa Krandon. Awalnya, masyarakat dari ketiga desa tersebut mengelola warung makan secara bergiliran, meski secara garis keturunan mereka masih sama.
Meski tidak ada yang tahu pasti sejarahnya sejak pertama kali warteg berdiri di Jakarta. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa warteg mulai bermunculan di ibu kota DKI Jakarta sekitar tahun 1950-an. Justru ketika Republik Indonesia Serikat yang baru dibentuk harus dibubarkan, akibatnya ibu kota Republik Indonesia dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Pada tahun-tahun itu, Soekarno sebagai presiden Republik Indonesia mulai membangun Jakarta sebagai ibu kota baru. Sebagai arsitek sekaligus presiden RI, Soekarno langsung merancang bangunan yang akan memenuhi Jakarta. Seperti Monas, Jembatan Semanggi, Monumen Pembebasan Irian, dan beberapa ruas jalan lainnya.
Adanya pembangunan secara besar-besaran itu, menyebabkan terjadinya imigrasi mendadak yang rata-rata dilakukan oleh orang-orang di Jawa. Ketika dalam tahap pembangunan inilah, para pekerja proyek megastruktur tersebut banyak yang mencari makanan di sekitar wilayah proyek. Melihat peluang itu, sebagian orang Jawa memanfaatkannya dengan menjual makanan sederhana dengan harga merakyat.
Penamaan Warteg
Diketahui bahwa sebagian besar penjual warung makan ini berasal dari Tegal. Lama kelamaan disebut sebagai warung Tegal atau disingkat dengan sebutannya.
Pada awal kemunculannya, warteg hanya melayani lapisan ekonomi bawah, terutama pekerja kerah biru seperti pekerja konstruksi. Karena terkenal dengan harganya yang tidak menyurutkan dompet mata pencaharian Anda. Tak lupa serta porsinya yang cukup menjanjikan, yang lumayan dapat dengan mudah diterima oleh banyak kalangan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa nilai di berbagai kota besar dapat berkembang dengan sangat cepat. Bahkan saat ini, diperkirakan akan dimasukkan ke dalam bisnis dengan hasil operasi yang tinggi dan menjanjikan.
Inovasi Warteg
Di era yamg semakin modern ini, warung tegal mulai beradaptasi dengan meluncurkan sejumlah inovasi baru. Hal ini dimaksudkan untuk menggaet konsumen milenial yang kini menjadi target utama mereka. Meskipun sebenarnya millenial tak terlalu menghiraukan adanya inovasi di warteg. Hal ini cukup patut di acungi jempol.
Salah satu warteg yang menerapkan konsep ‘kekinian’ adalah Warteg Margonda di Depok, Jawa Barat. Mengusung jargon ‘Pemadam Kelaparan’, warung yang baru saja diresmikan pada bulan Juni ini menyuguhkan beragam pilihan hidangan dengan harga terjangkau. Kemudisan sesuai dengan konsep ‘kekinian’ yang diusung, warung inipun menyediakan fasilitas menarik yang dapat digunakan oleh pengunjung secara cuma-cuma. Mulai dari wi-fi gratis, tempat yang bersih, hingga promo minuman gratis untuk es teh manis dan teh tawar. Sistem pembayarannya pun tidak terpaku pada uang konvensional. Pemilik warteg sudah menyiapkan fitur pembayaran cashless melalui e-money, debit card, atau credit card.
Semakin Mendunia
Tak hanya di Indonesia, bisnis warteg semakin merambah dunia global. Bisnis ini semakin banyak dibuka di negara tetangga seperti Malaysia, Korea Selatan, bahkan negara-negara di Eropa.
Di Amsterdam, Belanda, misalnya, terdapat warung tegal milik Fatma Martak dan Budi Santoso yang sudah relatif lama membuka warteg ini. Faktanya, sekarang mereka memiliki pelanggan asli Belanda yang menyukai masakan asli Indonesia.
Warteg di Amsterdam ini buka mulai pukul 11.00 hingga 20.00. Alasan mereka berdua memilih membuka usaha warteg ketimbang restoran di negara lain adalah karena pertimbangan waktu dan kesempatan. Mereka melihat bisnis ini sangat menjanjikan di negeri orang mengingat banyak orang Indonesia yang tinggal di Belanda. Terkadang warteg ini bisa mengobati kerinduan orang Indonesia disana dengan menyediakan masakan Indonesia yang relatif murah dan terjangkau.